Internet cukup banyak membantu saya beberapa tahun ini. Terutama membantu menghabiskan waktu yang berjalan melambat. Terhubung dengan internet, menggunakan media sosial lalu bersenang-senang di dalamnya. Saya bisa menyapa orang yang mungkin tak bisa lagi saya kunjungi dan menemukan orang yang tak pernah saya temui. Walau 10 tahun yang lalu sempat membantu saudara menjaga warnet. Namun tak pernah menyangka saya akan menghabiskan banyak waktu di internet setelah tidak lagi menjadi operator warnet.
Kadang merasa cukup miris dengan keadaan sekarang, tetapi saya mencoba membuatnya tidak terlalu tragis. Banyaknya waktu yang ada saya manfaatkan mencari tahu yang dulunya tidak pernah saya tahu atau mungkin saya tidak pernah berpikir akan mencari tahu. Dengan menggunakan media sosial terutama twitter, saya mengikuti orang-orang yang bermanfaat bagi saya. Tak terkecuali akun pribadi para aktivis.
Gerakan para aktivis kadang membuat saya terkagum-kagum. Bagaimana bisa mereka memikirkan hal lain atau nasib orang lain, sampai mengabaikan kehidupan pribadinya. Walau banyak isu ada aktivis bayaran, saya selalu mencoba mengabaikan hal itu supaya bisa menerima pesan dari gerakan yang mereka lakukan. Namun ada beberapa gerakan yang membuat saya harus kelahi dengan diri sendiri.
Seharusnya saya tidak perlu pusing memikirkannya karena saya bukan orang yang memiliki masa atau tokoh berpengaruh yang suara dan sikapnya dibutuhkan. Tapi semakin banyak tahu serta mencoba merasakan membuat saya termenung dan bertanya. "Di mana seharusnya posisi saya?" Misalnya seperti 3 gerakan sosial berikut.
1. Perkebunan Kelapa Sawit Dan Kebutuhan Hidupku
Hutan |
Gerakan menolak perkebunan kelapa sawit sudah begitu banyak karena perkebunan kelapa sawit tersebar di mana-mana. bahkan tak hanya melibatkan warga setempat tetapi juga mengundang gerakan para aktivis. Alasan yang disampaikan jelas dan terasa mengerikan walau saya tak terkena langsung dampaknya.
Misalnya untuk membuka lahan kelapa sawit dilakukan dengan membakar hutan. Selain asap dari pembakaran yang menyusahkan warga sekitar, hutan yang gundul bisa menyebabkan banjir dan tanah longsor. Hutan yang sudah rusak pun akan membuat para hewan kehilangan rumahnya.
Setelah perkebunan sawit jadi dampak lain pun ikut menyusul. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah warga sekitar. Perkebunan kelapa sawit ternyata menyerap air tanah yang cukup banyak dan memberikan ancaman kekeringan.
Dari sekian banyak dampak yang terjadi tentu mudah untuk saya mengambil sikap. Namun di sisi lain kehidupan yang saya jalani masih tidak bisa lepas dari mengonsumsi kelapa sawit. Seperti pasta gigi, sabun, sampo, kue, dan lain-lain. Sikap saya jelas ingin menolak tapi hidup saya membutuhkan.
2. Pabrik Semen Dan Tempat Tinggalku
Sawah |
Gerakan menolak pabrik semen sangat ramai diberitakan media. Perjuangan mereka sempat viral karena melakukan gerakan jalan dari tempat tinggalnya untuk menemui Gubernur Ganjar Pranowo. Perjuangan pun berlanjut hingga menyemen kaki di depan Istana Presiden sampai ada salah satu nyawa yang gugur saat melakukan aksi.
Alasan perjuangan menolak pabrik semen karena tidak ingin lahan sawah mereka menjadi tanah yang tidak lagi bisa ditanami akibat limbah semen. Sebagai orang yang tinggal satu kota dengan mereka walau tidak dekat sekaligus lahir dari keluarga petani saya cukup mengerti yang diperjuangkan. Namun saya juga salah satu orang yang menikmati manfaat semen. Tidur nyaman tanpa terkena angin malam dan tidak khawatir diintip dari luar karena tak ada celah seperti dinding bambu.
3. Budaya Dan Aku
Pixabay |
Jaman sudah sangat maju semua tampak modern dan keren. Pelan-pelan budaya juga mulai tersisih karena di anggap tertinggal. Mulai dari pakaian, adat istiadat, bangunan, dan tak terkecuali bahasa. Sekarang mulai banyak portal media masa menulis yang menyediakan wadah untuk menulis artikel Jawa. Dengan alasan "Ben ra ilang Jawane."
Nyatanya memang saat ini media sosial dan internet lebih banyak diisi oleh bahasa Indonesia. Ada juga yang mengisi akun mereka dengan berbahasa Inggris karena sekalian membiasakan diri belajar berbahasa internasional yang sudah menjadi salah satu syarat di dunia kerja. Pelafalan bahasa Jawa untuk bahasa Jawa krama jarang digunakan dan mulai terlupakan oleh generasi sekarang.
Entah lah, harus sedih, marah atau bagaimana? Karena saya sendiri salah satu orang di generasi ini yang tidak mampu berbahasa Jawa krama. Komunikasi sehari-hari dengan orang tua pun lebih menggunakan bahasa Jawa ngoko. Saat kecil juga tidak mewajibkan diri sendiri untuk belajar bahasa Jawa krama karena lingkungan sekitar saya jarang menggunakannya. Hanya bisa beberapa kata untuk digunakan ketika bertemu orang asing agar terkesan terlihat sopan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar